Santet, teluh, sihir atau apapun
namanya adalah energi negatif yang mampu merusak kehidupan seseorang : berupa
terkena penyakit, kehancuran rumah tangga hingga sampai dengan kematian.
Berbagai penyelidikan pun telah banyak dilakukan ilmuwan terhadap fenomena
santet dan sejenisnya.. Tentu metode penelitian para ilmuwan sains agak berbeda
dengan para ulama...
Penyelidikan mulai dari mencari kasus2 santet, tipe-tipe santet, gejala, akibat
dsb...
Lalu kemudian dilakukan berbagai eksperimen untuk pengobatannya...
Salah satu kesimpulan/ pendapat yang terkemuka adalah santet itu sebenarnya
adalah energi,,
Kenapa dalam kasus santet bisa masuk paku, kalajengking, penggorengan dll bisa
dijelaskan melalui proses materialisasi energi.
Nah, santet dan mahluk halus itu ternyata energi yang bermuatan (-). Bumipun
ternyata memiliki muatan (-)..
Dalam hukum C Coulomb dikatakan bahwa muatan yang senama akan saling tolak
menolak dan muatan yang tidak senama justru akan tarik menarik...
Rumusnya :
F = K * ((Q1*Q2)/R^2)
F = gaya tarik menarik
K = Konstanta
Q1, Q2 = muatan
R = jarak
Nah karena demit alias makhluk halus dan bumi itu sama-sama bermuatan (-)
makannya para demit itu tidaklah menyentuh bumi...
Orang tua zaman dulu juga sering mengingatkan jika bicara dgn orang yg tidak
dikenal pada malam hari maka lihatlah apakah kakinya menapak ke bumi atau
tidak...
Jika tidak maka ia berarti golongan jin...
Begitu juga dengan santet yang ternyata bermuatan (-) maka secara fisika bisa
ditanggulangi atau ditangkal dengan hukum C Coulomb ini...
Saya tidak membahas metode melawan santet dengan zikir karena sudah banyak
dibahas di status-status sebelumnya, tapi saya akan membahas alternatif lainnya
yg bisa membantu energi dzikir dalam melawan santet/sihir...
Kita sebagai seorang yang beriman sudah barang tentu untuk mendahulukan cara
yang sudah diajarkan Rasulullah Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam, cara
dengan metode ini hanyalah alternatif lain untuk membantu proses pengobatan..
Beberapa Metodenya :
1. Tidurlah di lantai yang langsung menyentuh bumi...
Boleh gunakan alas tidur asal tidak lebih dari 15 Cm...
Dengan tidur di lantai maka santet kesulitan masuk karena terhalang muatan (-)
dari bumi...
2. Melakukan gerakan senam khusus dimana tapak kaki harus menyentuh bumi.
Gerakan senam ini hanya punya satu gerakan inti saja jadi mudah sekali
dilakukan oleh anak2 hingga orang tua...
Selain utk penyembuhan berbagai penyakit medis yg sulit sembuh, senam ini cukup
banyak menyelesaikan kasus santet juga. Ini murni senam, tanpa mantra atau
pernafasan khusus...(LEBIH BAIK LAGI DIRIKAN SHALAT MALAM)
3. Menanam pohon atau tanaman yang memiliki muatan (-).
Bagi yang peka spiritual, aura tanaman ini adalah terasa "dingin"...
Pohon yang memiliki muatan (-) diantaranya : dadap, pacar air, KELOR, bambu
kuning, BIDARA, dll. Tanaman sejenis ini paling tidak disukai mahluk halus.
Biasanya tanaman bermuatan (-) ini tidaklah mencengkram terlalu kuat di tanah
(bumi) dibandingkan dengan tanaman bermuatan (+)
Lain halnya dengan pohon yang memiliki muatan (+) seperti pohon asem, beringin,
belimbing, kemuning, alas randu dll maka pohon sejenis ini tentu akan menarik
mahluk halus dan seringkali dijadikan tempat tinggal oleh mereka...
Hal ini dikarenakan ada gaya tarik menarik antara pohon (+) dan mahluk halus
(-) sesuai hukum C Coulomb...
TAMBAHAN ADMIN
NAMUN TAUHID YANG DI UTAMAKAN
Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul,
39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang
dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi,
orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang
yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan
saja.
Pembagian Tauhid
Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu
(dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu
saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak
tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu
selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya”
(Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).
Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul,
39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang
dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi,
orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang
yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan
saja.
Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para
ulama sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada
tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.
Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah
adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa
dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala
adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang
mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17).
Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan
mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya
diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang
mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di
nyatakan dalam Al Qur’an:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al An’am: 1)
Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua
orang baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan
mereka menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam
Al Qur’an:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir
jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan
menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Az Zukhruf: 87)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir
jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan langit dan bumi serta
menjalankan matahari juga bulan?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Al Ankabut 61)
Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika Abdullah diberi nama demikian, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentunya belum lahir.
Tauhid Uluhiyyah
adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Dalilnya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)
Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik
berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’?
Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya,
segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya.
Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga
berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah. Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya
meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang
lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah
mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan
inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi
dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk mengatakan: ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut‘” (QS. An Nahl: 36)
Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu
(dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu
saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak
tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu
selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya”
(Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).
Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul,
39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang
dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi,
orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang
yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan
saja.
Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para
ulama sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada
tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.
Yang dimaksud dengan
Tauhid Rububiyyah
adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa
dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala
adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang
mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17).
Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan
mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya
diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang
mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di
nyatakan dalam Al Qur’an:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al An’am: 1)
Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua
orang baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan
mereka menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam
Al Qur’an:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir
jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan
menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Az Zukhruf: 87)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir
jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan langit dan bumi serta
menjalankan matahari juga bulan?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Al Ankabut 61)
Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika Abdullah diberi nama demikian, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentunya belum lahir.
Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis
atheis. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis
tidak mengakui adanya Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian,
berarti mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah” (Lihat Minhaj Firqotin Najiyyah)
Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah
kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah
dan para sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan dan
mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin? Jawabannya, meski orang
kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah
kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para
sahabat.
Tauhid Uluhiyyah
Adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Dalilnya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)
Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik
berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’?
Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya,
segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya.
Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga
berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah. Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya
meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang
lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah
mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan
inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi
dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk mengatakan: ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut‘” (QS. An Nahl: 36)
Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini
yang paling ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi
dakwah para rasul, dan alasan diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan
ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya Allah
saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya ditinggalkan”
(Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).
Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang
sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang
kafir, namun mereka tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid
uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk
ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang
kafir tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak
perhatian terhadap tauhid uluhiyyah??
Sedangkan Tauhid Al Asma’ was Sifat
adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dalam penetapan nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Cara bertauhid asma wa sifat
Allah ialah dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang Allah
tetapkan bagi diriNya dan menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan
dari diriNya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul). Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180)
Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.
Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat
Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di
atas langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.
Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal
Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada
makhluk yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian
orang berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan
lain-lain.
Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.
Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah berfirman yang artinya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat” (QS. Asy Syura: 11)