By Ustad ; Perdana Akhmad,S.Psi
Kata kata “senang” seolah-olah hendak menunjukkan adanya pasien yang sangat suka mengencingiu Masjid.
Kyai Luthfi sangat mencela reaksi dalam terapi ruqyah dengan senjata andalannya “muntah” dan “kencing dimasjid atau mushala “.
Sebagaimana Kyai Luthfi telah mengatakan pada muqoddimah (halaman XI ) :“Kemudian para pendengarnya seketika menjadi bergelimpangan tidak sadarkan diri bahkan ada yang muntah-muntah dan kencing di dalam masjid”.
Dilanjutkan kembali oleh penulis (dihalaman 172): “Bahkan setan-setan telah membuat manusia lupa diri, sehingga mereka suka kencing di masjid-masjid dan dimushala dengan tanpa takut kuwalat.”
Kesimpulan kami. Apapun akan dilakukan Kyai Luthfi asal bisa memasukkan kata “muntah” dan “kencing dimasjid” untuk mengejek dan menudutkan ruqyah syar’iyyah walaupun tidak ada hubungannya dengan pokok permasalahan yang sedang dibahas Kyai Luthfi.
Hinaan yang dilontarkan Kyai Luthfi terhadap ruqyah sesungguhnya perlu dikaji ulang praktek terapi ruqyah yang mana yang sebenarnya dilihat Kyai Luthfi ada kejadian orang yang kencing didalam masjid?
Demi Allah, kami selama ini dalam mempraktekkan ruqyah syar’iyyah sama sekali tidak pernah menemui adanya para pasien yang diruqyah massal ketika bereaksi keras rame-rame kencing dimasjid atau mushala!!!
Wahai Kyai Luthfi, dimana anda melihat ada kasus orang yang kesurupan rame-rame kencing di masjid?
Wahai Kyai Luthfi, kami semua akan meminta pertanggung jawaban anda diakhirat kelak jika apa yang anda katakan itu kebohongan belaka.
ADAPUN JIKA MEMANG ADA YANG KENCING DIMASJID BUKANLAH SUATU BENTUK PENGHINAAN SEBAB YANG DILAUKAN ORANG TERSEBUT (JIKA BENAR) ADALAH BENTUK KEALPAAN ATAU KETIDAK TAHUAN ATAU KETIDAK SADARAN YANG AKAN DI AMPUNI ALLAH.
Sebagaimana Kisah seorang Arab badui yang mengencingi Masjid namun Rasulullah dengan hikmah dan bijak tidak langsung mencerca orang yang kencing dimasjid seperti Kyai Muhammad tulisa dalam bukunya.
Diriwayatkan, Pada suatu hari, saat Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya sedang berada di masjid, tiba-tiba datang seorang Arab Gunung (Badui) kencing pada salah satu bagian masjid. Melihat kelakuan badui ini para sahabat marah, bahkan ada sebagiannya yang hendak menarik dan menghajarnya.“Mah! Mah!”, kata para sahabat menghardik si Badui agar tidak kencing di sana, namun tidaklah demikian dengan Rasulullah. Beliau melarang para sahabatnya berbuat kasar kepada si Badui ini. “Biarkan! Biarkan!” kata Nabi. Setelah ‘buang hajat’nya selesai, dipanggilah orang itu. Dengan lemah lembut Nabi katakan kepadanya: “Ini adalah Masjid, bukan tempat kencing dan buang kotoran. Sesungguhnya tempat ini untuk dzikrullah, shalat dan membaca al-Quran”. Nabi kemudian menyuruh seseorang untuk menuangkan air pada bekas kencing orang tersebut.
Apa reaksi Arab Gunung menyaksikan kelembutan Nabi terhadap dirinya, berbeda dengan para sahabat yang tampak begitu geram, dia kagum dan berdo’a: “Ya Allah rahmatilah aku dan Muhamad dan jangan rahmati seorang pun selain kami berdua”.
Ada shahabat yang mencela badui itu dengan mengatakan “Dasar memang Badui!” Kemudian Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam mengingatkan orang ini dengan kelembutan. “Kenapa engkau menyempitkan sesuatu yang luas? Bukankah rahmat Allah itu luas?”. Demikianlah Imam Bukhari dan Muslim menukilkan peristiwa itu dari Sahabat Anas bin Malik.
Riwayat diatas jika dikembalikan lagi kepada Kyai Luthfi, maka Kyai Luthfi termasuk pada golongan orang yang mudah mencemooh dan menghinakan orang yang tanpa sadar kencing dimasjid dan juga mengejek ruqyah yang sudah dicontohkan Rasulullah.