FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 53 Tahun 2016
Tentang
PELAKSANAAN SHALAT JUM`AT, DZIKIR, DAN KEGIATAN KEAGAMAAN DI TEMPAT SELAIN MASJID
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :
MENIMBANG : a. bahwa di tengah masyarakat ada rencana kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilaksanakan dan dirangkai dengan kegiatan keagamaan yang mengambil tempat di jalan dan fasilitas umum, salah satunya adalah kegiatan unjuk rasa untuk menuntut keadilan;
b. bahwa penyelenggara unjuk rasa merencanakan kegiatan dzikir dan doa serta Shalat Jum'at secara berjamaah di fasilitas umum, yang salah satu sebabnya adalah jumlah jamaah yang sangat banyak sehingga tidak tertampung jika dilaksanakan di masjid, kemudian memilih melaksanakannya di fasilitas umum yang dapat mengganggu ketertiban umum;
c. bahwa terhadap masalah tersebut, Kepolisian Negara Republik Indonesia mengajukan permohonan pandangan dan penjelasan terkait dengan pelaksanaan Sholat Jum’at dan Dzikir di jalan raya;
c. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang pelaksanaan Shalat Jum’at dan dzikir di tempat selain masjid guna dijadikan pedoman.
MENGINGAT :
1. Al-Quran :
a. Firman Allah SWT yang menegaskan perintah untuk melaksanakan Shalat Jum'at, antara lain:
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺇِﺫَﺍ ﻧُﻮﺩِﻱ ﻟِﻠﺼَّﻼﺓِ ﻣِﻦ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺠُﻤُﻌَﺔِ ﻓَﺎﺳْﻌَﻮْﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺫِﻛْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺫَﺭُﻭﺍ ﺍﻟْﺒَﻴْﻊَ ﺫَﻟِﻜُﻢْ ﺧَﻴْﺮٌ ﻟَّﻜُﻢْ ﺇِﻥ ﻛُﻨﺘُﻢْ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ
“Wahai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum`at, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” ( QS Al-Jumu`ah : 9)
b. Firman Allah SWT yang menegaskan tanggung jawab orang beriman untuk memakmurkan masjid, antara lain:
ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻳَﻌْﻤُﺮُ ﻣَﺴَﺎﺟِﺪَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻣَﻦْ ﺁﻣَﻦَ ﺑِﺎﻟﻠﻪَ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍْﻵﺧِﺮِ ﻭَﺃَﻗَﺎﻡَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓَ ﻭَﺁﺗَﻰ ﺍﻟﺰَّﻛَﺎﺓَ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺨْﺶَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻓَﻌَﺴَﻰ ﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻧُﻮﺍ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﻬْﺘَﺪِﻳﻦَ ( ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ : 18 )
Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. At-Taubah: 18)
ﻭَﺃَﻥَّ ﺍﻟْﻤَﺴَﺎﺟِﺪَ ِﻟﻠﻪِ ﻓَﻼَ ﺗَﺪْﻋُﻮﺍ ﻣَﻊَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃَﺣَﺪًﺍ ﴿ﺍﻟﺠﻦ : 18 ﴾
Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah. Oleh karena itu, janganlah kamu menyembah seorang pun (di dalamnya) di samping juga (menyembah) Allah. (QS. Al-Jin: 18)
2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:
ﺟﻌﻠﺖ ﻟﻲ ﺍﻷﺭﺽ ﻣﺴﺠﺪﺍً ﻭﻃﻬﻮﺭﺍً ﻓﺤﻴﺜﻤﺎ ﺃﺩﺭﻛﺘﻚ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﺼﻞ
Dijadikan untukku bumi ini sebagai masjid dan suci. Maka dimanapun kamu menemui waktu shalat, maka shalatlah. (muttafaq alaih)
ﻟَﻴَﻨﺘَﻬِﻴَﻦَّ ﺃَﻗْﻮَﺍﻡٌ ﻋَﻦْ ﻭَﺩْﻋِﻬِﻢُ ﺍﻟﺠُﻤُﻌَﺔَ ﺃَﻭْ ﻟَﻴَﺨْﺘﻤَﻦَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻋَﻠَﻰ ﻗُﻠُﻮْﺑِﻬِﻢْ ﺛُﻢَّ ﻟَﻴَﻜُﻮْﻧَﻦَّ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻐَﺎﻓِﻠِﻴْﻦَ
“Hendaklah orang-orang berhenti dari meninggalkan Shalat Jum'at atau Allah akan menutup hati mereka dari hidayah sehingga mereka menjadi orang-orang yang lalai." (HR. Muslim)
ﻣَﻦْ ﺗَﺮَﻙَ َﺛﻼَﺙَ ﺟُﻤَﻊٍ ﺗَﻬَﺎﻭُﻧًﺎ ﻃﺒَﻊَ ﺍﻟﻠﻪ ﻋَﻠﻰَ ﻗَﻠْﺒِﻪِ
"Orang yang meninggalkan 3 kali Shalat Jum'at karena lalai, Allah akan menutup hatinya." (HR. Abu Daud)
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺃﻧﻬﻢ ﻛﺘﺒﻮﺍ ﺇﻟﻰ ﻋﻤﺮ ﻳﺴﺄﻟﻮﻧﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻓﻜﺘﺐ ﺟﻤﻌﻮﺍ ﺣﻴﺚ ﻛﻨﺘﻢ
"Dari Abu Hurairah ra bahwasannya para shahabat menulis surat kepada ‘Umar (bin Al-Khaththaab) bertanya kepadanya tentang shalat Jum’at. Lalu ‘Umar menulis balasan : “Shalat Jum’atlah dimana saja kalian berada” (HR Ibnu Abi Syaibah).
3. Ijma’ Ulama mengenai kewajiban Shalat Jum'at bagi setiap muslim yang memenuhi syarat dan kebolehan untuk tidak melaksanakan Shalat Jum'at bagi yang memperoleh dispensasi.
4. Qaidah fiqhiyyah :
ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ ﺗﻘﺪﺭ ﺑﻘﺪﺭﻫﺎ
“Hajat itu ditentukan (kebolehannya) sesuai dengan kadarnya”
ﺍﻟﻀﺮﺭ ﻳﺪﻓﻊ ﺑﻘﺪﺭ ﺍﻹﻣﻜﺎﻥ
“Madarat itu dicegah semaksimal mungkin”
ﻳﺘﺤﻤﻞ ﺍﻟﻀﺮﺭ ﺍﻟﺨﺎﺹ ﻟﺪﻓﻊ ﺿﺮﺭ ﻋﺎﻡ
"Kemudaratan yang khusus ditanggung untuk mencegah kemudaratan yang umum"
ﻟِﻠْﻮَﺳَﺎﺋِﻞَ ﺣُﻜْﻢُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺻِﺪِ
“ Hukum sarana adalah mengikuti hukum capaian yang akan dituju “
ﺗَﺼَﺮُّﻑُ ﺍﻟْﺈِﻣَﺎﻡِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺮَّﻋِﻴَّﺔِ ﻣَﻨُﻮْﻁٌ ﺑِﺎﻟْﻤَﺼْﻠَﺤَﺔِ
“ Tindakan pemimpin (pemegang otoritas) terhadap rakyat harus mengikuti kemaslahatan “
MEMPERHATIKAN :
1. Pendapat Imam al-Nawawi dalam kitab “al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab” juz 5 halaman 648, sebagai berikut:
ﻗﺎﻝ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻭﻻ ﻳﺸﺘﺮﻁ ﺇﻗﺎﻣﺘﻬﺎ ﻓﻲ ﻣﺴﺠﺪ ﻭﻟﻜﻦ ﺗﺠﻮﺯ ﻓﻲ ﺳﺎﺣﺔ ﻣﻜﺸﻮﻓﺔ ﺑﺸﺮﻁ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺩﺍﺧﻠﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﺮﻳﺔ ﺃﻭ ﺍﻟﺒﻠﺪﺓ ﻣﻌﺪﻭﺩﺓ ﻣﻦ ﺧﻄﺘﻬﺎ"
Shahabat-sahabat kami (Ulama al-Syafi’iyyah) berkata: pelaksanaan (shalat jum’at) tidak disyaratkan harus di masjid, akan tetapi boleh dilaksanakan di area terbuka, dengan syarat masih di tengah-tengah permukiman atau suatu wilayah tertentu."
2. Pendapat Imam al-Khatib as-Syarbini dalam kitab “Mughni al-Muhtaj, juz I halaman 543 sebagai berikut:
( ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ) ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺮﻭﻁ ( ﺃﻥ ﺗﻘﺎﻡ ﻓﻲ ﺧﻄﺔ ﺃﺑﻨﻴﺔ ﺃﻭﻃﺎﻥ ﺍﻟﻤﺠﻤﻌﻴﻦ ) ﺑﺘﺸﺪﻳﺪ ﺍﻟﻤﻴﻢ : ﺃﻱ ﺍﻟﻤﺼﻠﻴﻦ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ، ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﺗﻜﻦ ﻓﻲ ﻣﺴﺠﺪ ﻷﻧﻬﺎ ﻟﻢ ﺗﻘﻢ ﻓﻲ ﻋﺼﺮ ﺍﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻭﺍﻟﺨﻠﻔﺎﺀ ﺍﻟﺮﺍﺷﺪﻳﻦ ﺇﻻ ﻓﻲ ﻣﻮﺍﺿﻊ ﺍﻹﻗﺎﻣﺔ ﻛﻤﺎ ﻫﻮ ﻣﻌﻠﻮﻡ "
Syarat kedua dari syarat sahnya sholat jum'at adalah dilaksanakan di lokasi permukiman yang dihuni oleh orang-orang yang wajib sholat jum'at, sekalipun sholat jum'atnya bukan di masjid. Hal ini karena di zaman Nabi SAW dan Khulafaur Rasyidin tidak dilaksanakan Shalat Jum'at kecuali di tempat-tempat permukiman sebagaimana telah diketahui."
3. Pendapat al-Imam al-Ramli dalam kitab “Nihayah al-Muhtaj" juz 2 halaman 63, sebagai berikut:
.... ( ﻭ ) ﻓﻲ ( ﺍﻟﻄﺮﻳﻖ ) ﻭﺍﻟﺒﻨﻴﺎﻥ ﻭﻗﺖ ﻣﺮﻭﺭ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﻪ ﻛﺎﻟﻤﻄﺎﻑ؛ ﻷﻧﻪ ﻳﺸﻐﻠﻪ ﺑﺨﻼﻑ ﺍﻟﺼﺤﺮﺍﺀ ﺍﻟﺨﺎﻟﻲ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻛﻤﺎ ﺻﺤﺤﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﺤﻘﻴﻖ "
... Dan (makruh hukumnya) shalat di jalan dan di bangunan saat orang-orang sedang lewat seperti di tempat tawaf, karena akan dapat mengganggu kekhusyukannya, berbeda dengan di tanah lapang yang sepi dari lalu lalang manusia (maka tidak makruh) sebagaimana pendapat yang dishahihkan oleh Imam al-Nawawi dalam al-Tahqiq."
4. Pendapat al-Imam al-Mardawi dalam kitab “al-Inshaf” juz 2 halaman 378 sebagai berikut:
ﻗﻮﻟﻪ : ( ﻭﻳﺠﻮﺯ ﺇﻗﺎﻣﺘﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻷﺑﻨﻴﺔ ﺍﻟﻤﺘﻔﺮﻗﺔ , ﺇﺫﺍ ﺷﻤﻠﻬﺎ ﺍﺳﻢ ﻭﺍﺣﺪ ، ﻭﻓﻴﻤﺎ ﻗﺎﺭﺏ ﺍﻟﺒﻨﻴﺎﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﺤﺮﺍﺀ ) ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﻣﻄﻠﻘﺎ . ﻭﻋﻠﻴﻪ ﺃﻛﺜﺮ ﺍﻷﺻﺤﺎﺏ . ﻭﻗﻄﻊ ﺑﻪ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻨﻬﻢ ."
“Shalat Jum’at boleh dilaksanakan di beberapa bangunan yang terpisah sepanjang masih meliputi satu tempat, boleh juga dilaksanakan di tanah lapang dekat bangunan permukiman. Inilah pendapat madzhab Hanbali secara mutlak, dan mayoritas ulama Hanabilah berpendapat seperti ini, dan inilah pendapat yang dipilih mayoritas ulama Hanabilah."
5. Pendapat al-Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi dalam kitab “al-Mughni”, Juz 2, halaman 171, sebagai berikut:
ﻭﻻ ﻳﺸﺘﺮﻁ ﻟﺼﺤﺔ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﺇﻗﺎﻣﺘﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻨﻴﺎﻥ، ﻭ ﻳﺠﻮﺯ ﺇﻗﺎﻣﺘﻬﺎ ﻓﻴﻤﺎ ﻗﺎﺭﺑﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﺤﺮﺍﺀ، ﻭ ﺑﻬﺬﺍ ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ "
“Tidak termasuk syarat sah pelaksanaan shalat Jum’at harus dilakukan di dalam bangunan. Pelaksanaan Shalat Jum'at boleh dilakukan di tanah lapang yang dekat dengan bangunan. Ini juga merupakan pendapat Imam Abu Hanifah”.
6. Pendapat al-Imam Abu Husain Yahya bin Abu al-Khair Salim al-‘Imrani al-Yamani dalam kitab “al-Bayan fi Madzhabi al-Imam al-Syafi’i” juz 2 halaman 113 :
ﻭﺗﻜﺮﻩ ﺍﻟﺼﻠَﺎﺓ ﻓﻲ ﻗﺎﺭﻋﺔ ﺍﻟﻄﺮﻳﻖ؛ ﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻤﺮ - ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُّ ﻋَﻨْﻪ، ﻭﻻﻧﻪ ﻻ ﻳﺘﻤﻜﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﺸﻮﻉ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻠَﺎﺓ؛ ﻟﻤﻤﺮ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻴﻬﺎ، ﻭﻻﻧﻬﺎ ﺗﺪﺍﺱ ﺑﺎﻟﻨﺠﺎﺳﺎﺕ . ﻓﺈﻥ ﺻﻠﻰ ﻓﻲ ﻣﻮﺿﻊ ﻣﻨﻬﺎ، ﻓﺈﻥ ﺗﺤﻘﻖ ﻃﻬﺎﺭﺗﻪ، ﺻﺤﺖ ﺻﻼﺗﻪ، ﻭﺇﻥ ﺗﺤﻘﻖ ﻧﺠﺎﺳﺘﻪ، ﻟﻢ ﺗﺼﺢ ﺻﻼﺗﻪ، ﻭﺇﻥ ﺷﻚ ﻓﻴﻬﺎ، ﻓﻔﻴﻪ ﻭﺟﻬﺎﻥ ﻣﻀﻰ ﺫﻛﺮﻫﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻴﺎﻩ .
Dimakruhkan shalat di jalanan karena hadis riwayat Umar ra, juga karena tidak memungkinkannya khusyu’ dalam shalat akibat adanya lalu lalang orang lewat, serta bisa terkena najis. Apabila shalat di gang jalanan dan nampak jelas akan kesuciannya maka sah shalatnya. Sebaliknya, jika nampak jelas kenajisannya maka tidak sah shalatnya. Apabila ragu, maka ada dua pendapat, sebagaimana telah dijelaskan dalam bab miyah.
7. Pendapat Imam Abdurrahman al-Jaziri dalam kitab "al-Fiqh ala madzahib al-arba’ah" juz 1 halaman 351:
ﻫﻞ ﺗﺼﺢ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻀﺎﺀ؟ ﺍﺗﻔﻖ ﺛﻼﺛﺔ ﻣﻦ ﺍﻻﺋﻤﺔ ﻋﻠﻰ ﺟﻮﺍﺯ ﺻﺤﺔ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻀﺎﺀ، ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ : ﻻ ﺗﺼﺢ ) ﺇﻻ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻭﻗﺪ ﺫﻛﺮﻧﺎ ﺑﻴﺎﻥ ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﺗﺤﺖ ﺍﻟﺨﻂ ) ( ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﻻ ﺗﺼﺢ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻴﻮﺕ ﻭﻻ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻀﺎﺀ، ﺑﻞ ﻻ ﺑﺪ ﺃﻥ ﺗﺆﺩﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﺎﻣﻊ . ﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﺗﺼﺢ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ( ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻀﺎﺀ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻗﺮﻳﺒﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﻨﺎﺀ، ﻭﻳﻌﺘﺒﺮ ﺍﻟﻘﺮﺏ ﺑﺤﺴﺐ ﺍﻟﻌﺮﻑ ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻗﺮﻳﺒﺎ ﻓﻼ ﺗﺼﺢ ﺍﻟﺼﻼﺓ، ﻭﺇﺫﺍ ﺻﻠﻰ ﺍﻻﻣﺎﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﺤﺮﺍﺀ ﺍﺳﺘﺨﻠﻒ ﻣﻦ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻀﻌﺎﻑ . ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﺗﺼﺢ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻀﺎﺀ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻗﺮﻳﺒﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﻨﺎﺀ، ﻭﺣﺪ ﺍﻟﻘﺮﺏ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ
Apakah sah shalat Jum’at di tanah lapang? Imam tiga mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam al-Syafii, dan Imam Ahmad) sepakat tentang kebolehan pelaksanaan Shalat Jum'at di tanah lapang. Ulama Malikiyah menyatakan tidak sah Shalat Jum'at kecuali di masjid. Dan telah kami jelaskan penjelasan mazhab di bawah garis. Ulama Malikiyah berkata: Shalat Jum'at tidak sah di rumah-rumah, juga di tanah lapang. Shalat Jum’at harus dilaksanakan di masjid Jami’. Hanabilah berpendapat sah Shalat Jum'at yang dilaksanakan di tanah lapang apabila dekat dengan permukiman. Kedekatan ini berdasarkan kebiasaan. Jika tidak dekat, maka Shalat Jum'at tidak sah. Apabila Imam shalat di padang sahara maka hendaknya ia menunjuk pengganti untuk menjadi imam bagi makmum yang lemah.
Ulama Syafi’iyyah berpendapat sahnya Shalat Jum'at di tanah lapang apabila dekat dengan bangunan. Patokan kedekatan di sini adalah soal tempat.
7. Pendapat Imam Nawawi al-Bantani dalam kitab "Nihayat al-Zein" halaman 158 sebagai berikut:
ﻓﻼ ﺟﻤﻌﺔ ﻋﻠﻰ ﺭﻗﻴﻖ ﻭﻻ ﺃﻧﺜﻰ ﻭﻻ ﻣﺴﺎﻓﺮ ﻭﻻ ﻣﻌﺬﻭﺭ ﺑﻤﺠﻮّﺯ ﻟﺘﺮﻙ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ، ﻭﻣﻨﻪ ﺍﻹﺷﺘﻐﺎﻝ ﺑﺘﺠﻬﻴﺰ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻭﺍﻹﺳﻬﺎﻝ ﺍﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﻀﺒﻂ ﻧﻔﺴﻪ ﻣﻌﻪ ﻭﻳﺨﺸﻰ ﻣﻨﻪ ﺗﻠﻮﻳﺚ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻭﺍﻟﺤﺒﺲ ﻋﻨﻪ ﺇﺫﺍ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻣﻘﺼﺮﺍ ﻓﻴﻪ، ﻓﺈﺫﺍ ﺭﺃﻯ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﺍﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﻓﻲ ﻣﻨﻌﻪ ﻣﻨﻌﻪ، ﻭﺇﻻ ﺃﻃﻠﻘﻪ ﻟﻔﻌﻞ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ .
"Tidak wajib shalat jumat bagi hamba sahaya, wanita, musafir, dan orang yang memiliki udzur yang memperbolehkan meninggalkan jama’ah jumat. Termasuk orang yang udzur adalah orang yang sibuk mengurus mayyit, orang yang mengalami diare yang tidak bisa menahan dan takut mengotori masjid. Apabila Qadhi memandang adanya kemaslahatan untuk melarangnya melaksanakan shalat Jum'at, maka ia boleh melarang. Dan jika tidak ada kekhawatiran, maka Qadhi membiarkannya melaksanakan shalat Jum'at".
8. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa MUI pada tanggal 28 November 2016.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
MEMUTUSKAN MENETAPKAN : FATWA TENTANG PELAKSANAAN SHALAT JUM`AT, DZIKIR, DAN KEGIATAN KEAGAMAAN DI TEMPAT SELAIN MASJID
Pertama : Ketentuan Hukum
1. Shalat Jum'at merupakan kewajiban setiap muslim yang baligh, laki-laki, mukim, dan tidak ada 'udzur syar’i.
2. Udzur syar'i yang menggugurkan kewajiban Shalat Jum'at antara lain : safar, sakit, hujan, bencana dan tugas yang tidak bisa ditinggalkan.
3. Unjuk rasa untuk kegiatan amar makruf nahi munkar, termasuk tuntutan untuk penegakan hukum dan keadilan tidak menggugurkan kewajiban Shalat Jum'at.
4. Shalat Jum'at dalam kondisi normal (halat al-ikhtiyar) dilaksanakan di dalam bangunan, khususnya masjid. Namun, dalam kondisi tertentu, Shalat Jum'at sah dilaksanakan di luar masjid selama berada di area permukiman.
5. Apabila Shalat Jum'at dilaksanakan di luar masjid, maka harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. terjaminnya kekhusyukan rangkaian pelaksanaan Shalat Jum'at
b. terjamin kesucian tempat dari najis
c. tidak menggangu kemaslahatan umum
d. menginformasikan kepada aparat untuk dilakukan pengamanan dan rekayasa lalu lintas.
e. mematuhi aturan hukum yang berlaku
6. Setiap orang yang tidak terkena kewajiban Shalat Jum'at, jika melaksanakan Shalat Jum'at hukumnya sah sepanjang syarat dan rukunnya terpenuhi.
7. Setiap orang muslim yang bertugas mengamankan unjuk rasa yang tidak memungkinkan meninggalkan tugas saat Shalat Jum'at tiba, maka tidak wajib Shalat Jum'at dan menggantinya dengan shalat zhuhur.
8. Kegiatan keagamaan sedapat mungkin tidak mengganggu kemaslahatan umum. Dalam hal kegiatan keagamaan harus memanfaatkan fasilitas umum, maka dibolehkan dengan ketentuan :
a. penyelenggara perlu berkoordinasi dengan aparat,
b. dilakukan sesuai dengan kebutuhan
c. aparat wajib membantu proses pelaksanaannya agar tertib
9. Kegiatan keagamaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam angka 8 hukumnya haram.
Kedua: Rekomendasi
1. Pemerintah perlu menjamin kebebasan beribadah warga negara dan memfasilitasi pelaksanaannya agar aman, nyaman, khusyuk, dan terlindungi.
2. Umat Islam perlu menjaga ketertiban dalam pelaksanaan ibadah dan syi'ar keagamaan.
3. Aparat keamanan harus menjamin keamanan dan kenyamanan pelaksanaan ibadah dan syi'ar keagamaan umat Islam.
Ketiga : Penutup
1. Fatwa ini berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal :
28 Shafar 1437 H
28 November 2016 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
Ketua
PROF.DR.H. HASANUDDIN AF, MA
Sekretaris
DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA