PENTING......!
Materi saat ini kita ingin menjelaskan menggapa ada anggapan Ruqyah/terapi Al Qur’an dilarang?
ANGGAPAN RUQYAH TERLARANG
(Meluruskan Pemahaman yang Keliru)
ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠّٰﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤٰﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِــﻴْﻢِ
Ada sebagian orang keliru dalam memahami berberapa hadits terkait dengan ruqyah lalu berkesimpulan melarang atau menghindari dari segala yang terkait dengan ruqyah. Diantaranya bersandar kepada beberapa hadits berikut :
1. ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ : ﻧﻬﻲ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﷺ ﻋﻦ ﺍﻟﺮُّﻗﻲ
( ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ )
“Dari sahabat Jabir r.a berkata : RasuluLLLah ﷺ telah melarang Ruqyah”
(HR. Muslim)
2. ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮﺩ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﷺ : ﺇﻥّ ﺍﻟﺮﻗﻰ ﻭ ﺍﻟﺘِّﻮﺍﻟﺔ ﺷِﺮْﻙٌ ( ﺭﻭﺍﻩ ﺣﺎﻛﻢ ﻭ ﺻﺤﺤﻪ – ﺍﻟﻤﺴﺘﺪﺭﻙ، ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻄﺐ )
“Dari Ibn Mas’ud r.a berkata : Bersabda RasuluLLah ﷺ : Sesungguhnya Ruqyah dan Tiwalah (sejenis ‘pelet’) adalah perbuatan Syirik”
(HR. Hakim - Al Mustadrak, kitab Pengobatan)
3. ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﷺ : " ﻳَﺪْﺧُﻞُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﻣِﻦْ ﺃُﻣَّﺘِﻲ ﺳَﺒْﻌُﻮﻥَ ﺃَﻟْﻔًﺎ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺣِﺴَﺎﺏٍ ، ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻭَﻣَﻦْ ﻫُﻢْ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﺎﻝَ ﻫُﻢُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻻ ﻳَﻜْﺘَﻮُﻭﻥَ ﻭَﻻ ﻳَﺴْﺘَﺮْﻗُﻮﻥَ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺭَﺑِّﻬِﻢْ ﻳَﺘَﻮَﻛَّﻠُﻮﻥَ
( ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺸﻴﺨﺎﻥ )
ﻭ ﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ ﻋﻨﺪ ﻣﺴﻠﻢ : ﻫُﻢُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻻ ﻳﺮﻗﻮﻥ ﻭَﻻ ﻳَﺴْﺘَﺮْﻗُﻮﻥَ ﻭﻻ ﻳﺘﻄﻴّﺮﻭﻥ ﻭﻻ ﻳَﻜْﺘَﻮُﻭﻥَ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺭَﺑِّﻬِﻢْ ﻳَﺘَﻮَﻛَّﻠُﻮﻥَ
Dari Ibn Abbas ra, dia berkata: Telah bersabda RasuluLLah ﷺ : Akan masuk surga tanpa hisab dari umatku sebanyak 70 ribu orang. Para sahabat bertanya, siapakah mereka itu ya RasuluLLah ? Beliau bersabda : mereka itu adalah orang-orang yang tidak minta di-dan tidak minta diruqyah dan mereka bertawakkal kepada Robb mereka.
(HR. Bukhari-Muslim )
Dalam riwayat Imam Muslim : “mereka itu yang tidak meruqyah dan tidak minta diruqyah tidak tathoyyur, tidak minta di-kay dan mereka bertawakkal kepada Robb mereka”.
Kekeliruan itu berakar dari kekeliruan memahami istilah ruqyah itu sendiri. Dianggapnya setiap penyebutan kata ruqyah/ruqo ( ﺍﻟﺮﻗﻰ / ﺍﻟﺮﻗﻴﺔ ) pastilah ruqyah syar'iyyah. Padahal secara makna arti ruqyah itu sendiri adalah: Mantera/jampi. Dan itu bisa terdefinisi sebagai Ruqyah Syar'iyyah ataukah Ruqyah Syirkiyyah (jahiliyyah/syaithaniyyah). Sebagaimana yang dikonsultasikan seorang sahabat yang bernama 'Auf bin Malik Al-Asyja'iy kepada baginda Nabi ﷺ :
ﻋَﻦْ ﻋَﻮْﻑٍ ﺑْﻦِ ﻣَﺎﻟِﻚٍ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗـﺎﻝ : ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺮْﻗِﻲ ﻓِﻰ ﺍﻟْﺠَـﺎﻫِﻠِﻴَّﺔ،ِ ﻓَﻘُﻠْﻨـَﺎ ﻳـَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻛَﻴْﻒَ ﺗَﺮَﻯ ﺑِﺬﻟِﻚَ ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﺃَﻋْﺮِﺿُﻮْﺍ ﻋَﻠَﻲَّ ﺭُﻗَﺎﻛُﻢْ ﻻَ ﺑَـﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟﺮُّﻗَﻰ ﻣَﺎﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﺷِﺮْﻛـﺎً
( ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ )
Dari sahabat ‘Auf bin Malik ra dia berkata : Kami dahulu meruqyah di masa Jahiliyyah, maka kami bertanya : “Ya RosuluLLaah, bagaimana menurut pendapatmu ?” Beliau ﷺ menjawab : “Tunjukkan padaku Ruqyah (mantera) kalian itu. Tidak mengapa mantera itu selama tidak mengandung kesyirikan”
(HR. Muslim).
Atau hadits Jabir bin AbdiLLaah radhiaLLaahu 'anhu berikut:
ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ ﻧﻬﻲ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠَﻢ ﻋﻦ ﺍﻟﺮُّﻗﻲ ﻓﺠﺎﺀ ﺁﻝ ﻋﻤﺮﻭ ﺑﻦ ﺣﺰﻡ، ﻓﻘﺎﻟﻮﺍ : ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻧّﻪ ﻛﺎﻧﺖ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﺭﻗﻴﺔ ﻧﺮﻗﻰ ﺑﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻘﺮﺏ، ﻗﺎﻝ : ﻓﻌﺮﺿﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ، ﻓﻘﺎﻝ : ﻣﺎ ﺃﺭﻯ ﺑـﺄﺳﺎً، ﻣﻦ ﺍﺳﺘﻄﺎﻉ ﺃﻥ ﻳﻨﻔﻊ ﺃﺧﺎﻩ ﻓﻠﻴﻨﻔﻌﻪ ( ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ )
Dari Jabir ra berkata : RasuluLlah ﷺ telah melarang Ruqyah. Maka datanglah keluarga ‘Amru bin Hazm, mereka berkata : Yaa RosulaLLaah bahwa kami memiliki Ruqyah (mantera) yang biasa kami meruqyahnya jika terkena gangguan kalajengking. Maka mereka menunjukkankan (Ruqyah itu) kepada RasuluLLaah ﷺ. Lalu beliau bersabda : saya memandang tidak apa-apa ruqyah kalian itu. Barangsiapa yang mampu memberi manfaat bagi saudaranya, maka lakukanlah. (HR. Muslim)
Jika kita posisikan konteks pemaknaan kata ruqyah pada tempatnya maka tidak akan keliru lagi memahaminya. Termasuk hadits tentang kriteria 70 ribu orang yang masuk surga tanpa hisab itu adalah "tidak meruqyah atau meminta ruqyah dengan ruqyah syirkiyyah/jahiliyyah/syaithaniyyah terbukti kalimat ruqyah di hadits tersebut disandingkan dengan segala perbuatan/kebiasaan jahiliyyah (Tathoyuur, Kay dengan besi panas). Adapun dengan ruqyah syar'iyyah tentu tidak mengapa bahkan sangat terpuji karena artinya berobat dengan Al-Quran dan dengan doa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ .
_______
[Ustad Riyadh Rosyad].