ILC BERHASIL BONGKAR NIAT JAHAT KAUM KOMUNIS INDONESIA
Harus diakui, acara Indonesia Lawyers Club(ILC) adalah acara talk shaw paling populer dan bermutu di Tanah Air. Kehadirannya tiap pekan selalu dinanti-nanti oleh puluhan juta pemirsa.
Tema yang diangkat selalu aktual dan menjadi trending topic. Judul yang dipilih selalu menggelitik dan cerdas. Nara sumber yang diundang selalu kompeten dengan tema yang dibahas dengan azas cover both side, dan seimbang dalam pemberian kesempatan berbicara. Karni Ilyas selalu menyabet pemenang dalam kategori host acara talk showterpopuler. Semua kualitas yang terkait dengan acara ILC nyaris tak terbantahkan.
Acara ILC edisi Selasa 19 September 2017 mengangkat tema “tahunan” akhir bulan September, yaitu kebangkitan PKI Gaya Baru. Judul yang diusung adalah “PKI Hantu Atau Nyata?” Dari judul yang diungkap dengan pertanyaan, maka tergambar oleh khalayak, bahwa acara ILC akan memberi jawaban gamblang atas pertanyaan tersebut. Dan acara ILC itu sendiri dilatar-belakangi oleh acara “Pelurusan Sejarah Peristiwa 1965” di Kantor YLBHI Jakarta, pada hari Sabtu – Ahad tanggal 16 – 17 September 2017, yang kemudian berujung rusuh.
Dari pihak pro komunis, ILC menghadirkan Bedjo Untung, Ilham Aidit, Alvon Kurnia Palma, dan Sukmawati Sukarno Putri. Dari pihak anti komunis, ILC menghadirkan Abu Bakar Al-Habsyi, Masduki Baidlowi, Kivlan Zen, dan Salim Said. Dari pihak yang dianggap netral, ILC menghadirkan Agus Wijoyo dan Natalius Pigai. Karni Ilyas juga mewawancarai tokoh (pro komunis ?) Ahmad Syafii Maarif dan tokoh anti komunis Gatot Nurmantio.
Di awal pembahasan, Alvon KP menyatakan, bahwa YLBHI sebagai tuan rumah acara “Pelurusan Sejarah” lebih concern kepada kasus-kasus ketidakadilan hukum yang dialami oleh “para korban” rezim Orde Barupasca peristiwa G 30 S PKI. Maka YLBHI akan mendampingi para korban untuk menuntut keadilan. Benarkah acara tersebut sekedar untuk keperluan itu?
Dari pernyataan-pernyataan Ilham Aidit, Bedjo Untung, dan Sukmawati Sukarno Putri, terkuak secara terang-benderang, bahwa acara “Pelurusan Sejarah” di Kantor YLBHI Jakarta itu adalah nyata-nyata propaganda faham komunis. Lebih jauh dari itu, tokoh-tokoh pro komunis telah menyusun agenda-agenda lanjutan (yang jauh berbeda dengan yang dinyatakan oleh Alvon KP). Maka kita tidak atau belum tahu, ketika itu mereka sedang kecepolosan berbicara, atau sedang terpancing oleh kelihaian host Karni Ilyas.
Dan sebagai “gongnya”, Kivlan Zen menyatakan, bahwa ia tahu apa yang terjadi di dalam kantor YLBHI Jakarta dari A hingga Z, karena berhasil menyusupkan “intelnya” pada acara tersebut. Kivlan Zen punya rekaman audio visual acara tersebut. Dengan demikian, semua unsur yang terlibat pada acara “Pelurusan Sejarah” tersebut telah melanggar Tap MPRS N0mer 25 Tahun 1966. Tokoh-tokoh pro komunis tampak mati kutu.
Pertama, Ilham Aidit mencoba “menyerang” keakuratan film G 30 S PKI. Serangannya perihal DN Aidit (bapaknya) yang bukan perokok digambarkan dalam film sebagai perokok berat. Perihal lainnya tentang keadaan Lubang Buaya yang sepi, tapi digambarkan dalam film dengan tarian-tarian Gerwani dan lagu Genjer-Genjer yang hiruk-pikuk. Adanya ketidak-cocokan antara peristiwa DN Aidit memimpin rapat pemberontakan dengan peristiwa yang sebenarnya. Serangan-serangan Ilham Aidit ini maksudnya tentu untuk mendelegitimasi keseluruhan film G 30 S PKI.
Ke dua, Bedjo Untung awalnya mengaku sebagai korban rezim Orde Baru pasca peristiwa G 30 S PKI. Untuk itu ia hadir dalam acara “Pelurusan Sejarah” sebagai korban. Namun demikian, bicaranya lebih menyerupai seorang propagandis PKI. Ia tidak sekedar minta keadilan, tapi juga minta pengungkapan sejarah G 30 S PKI dengan versi yang benar. Lebih jauh dari itu, ia malah menyatakan, bahwa pemberontakan PKI tahun 1965 itu sejatinya tidak ada.
Siapa Bedjo Untung sebenarnya? Kivlan Zen berhasil membongkar kedok Bedjo Untung. Ternyata ia adalah aktivis Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) yaitu organisasi pelajar sebagai organisasi underbow PKI. Dan IPI adalah musuh bebuyutan Pelajar Islam Indonesia(PII) dalam konteks komunis atheis versus Islam. Secara kebetulan Kivlan Zen sendiri adalah anggota atau kader militan PII. Ketika kedok ini disingkap oleh Kivlan Zen, Bedjo Untung hanya bisa nyengir kuda.
Ke tiga atau puncaknya, Sukmawati Sukarno Putri menyatakan, bahwa pemberontakan PKI atau yang dikenal sebagai G 30 S PKI adalah tidak ada sama sekali. Baginya, yang ada adalah rekayasa Mayjen Suharto dalam rangka hendak mengkudeta Sukarno (bapaknya). Jadi menurutnya, semua kesalahan sejarah dan pemutar balikan sejarah itu tanggungjawab seluruhnya harus ditimpakan kepada Mayjen Suharto.
Atas dasar tiga alur pernyataan tiga tokoh pro komunis itu, khalayak jadi sangat jelas dan sangat terbantu untuk membaca arah niat, agenda, dan gerakan mereka di fase-fase berikutnya. Maka khalayak patut berterima kasih kepada ILC (Karni Ilyas) yang telah berhasil membongkar niat jahat (bahaya laten) komunis di Indonesia. Esensinya : ideologi komunis tak pernah mati – sekali komunis tetap komunis – sekali PKI tetap PKI – dendam mereka kesumat.
Tampaknya khalayak juga pantas memberi apresiasi kepada Salim Said dan Kivlan Zen sebagai Two Men of The Matchpada acara ILC itu.
Khalayak juga wajib bersyukur kepada Allah, karena untuk yang ke sekian kalinya, Allah berkenan “menelanjangi” makar-makar kaum yang anti Pancasila, anti NKRI, dan anti kebhinekaan. Semoga karunia itu bisa kita sikapi secara bijaksana. Kita tetap harus waspada pada level yang tertinggi, karena PKI adalah hantu yang nyata.
Wallahu a’lam bishshawwab.
Ditulis oleh : Budi Nurastowo Bintriman