"Bagi
Allah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia
memberikan anak perempuan kepada siapa yang dikehendaki, dan memberikan anak
laki-laki kepada siapa yang dikehendaki. Atau Dia memberikan anak laki-laki dan
perempuan (kepada siapa yang dikehendaki), dan Dia menjadikan mandul kepada
siapa yang dikehendaki. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha
Mengetahui lagi Maha
Kuasa.” (QS. Asy-Syura: 49-50)
Anak adalah simbol
kesuksesan dalam membina rumah tangga, anak adalah lambang kebahagiaan bagi
pasangan suami-istri (pasutri). Keberadaan anak dalam bilik rumah tangga adalah
salah satu tujuan dalam pernikahan.
Tangis, tawa dan canda
mereka merupakan motor dan motivator suami-istri untuk lebih giat dalam
menakhodai dan mengatur laju bahtera rumah tangga yang hampir tak pernah surut
oleh deburan ombak dan hantaman gelombang yang datang silih berganti.
Perasaan seperti itu merupakan sunnatullah dalam kehidupan ini, juga
merupakan keinginan fitrah bagi suami-istri untuk memiliki generasi penerus,
penyambung visi dan misi mereka di bumi ini. Sering kita dengar apabila si
mungil belum juga hadir, pasangan suami istri siap melakukan apa saja yang
sesuai dengan kemampuan mereka.
Mereka siap menjalani
terapi dokter manapun dalam negeri maupun luar negeri untuk memperoleh si
jabang bayi. Mereka bersedia mengkonsumsi obat dan ramuan apapun untuk bisa
mempercepat kehadiran si buah hati.
Bahkan seandainya dikatakan
bahwa di ujung dunia ada seseorang atau tumbuhan ramuan yang bisa menolong
mereka untuk mendapatkan bayi harapan, maka mereka akan menempuh perjalanan
panjang tersebut untuk bisa mewujudkan keinginan yang terpendam.
Namun, tragisnya kalau
suami-istri sudah tidak memperdulikan halal-haram dalam mewujudkan cita-cita mereka
untuk segera menimang bayi. Akhirnya harga diri pun dicampakkan, aqidah pun
dikorbankan, agama digadaikan dan keturunan belum tentu dapat. Rugi dunia
akhirat. Wal iyadzu billah.
Allah telah menjelaskan di
dalam Asy-Syura ayat 49-50, bahwa kondisi keluarga ada empat. Pertama
adalah keluarga yang dikarunia anak yang berjenis kelamin perempuan saja.
Seperti nabi Luth dan nabi Syuaib.
Kedua adalah keluarga
yang dikaruniai anak yang berjenis kelamin laki-laki saja seperti nabi
Ibrahim. Ketiga adalah keluarga yang dikaruniai anak yang berjenis
kelamin laki-laki dan perempuan, seperti nabi Muhammad SAW. Keempat
adalah keluarga yang tidak diberi keturunan baik laiki-laki atau pun
perempuan alias mandul, seperti nabi Isa dan nabi Yahya (Tafsir Munir)
Untuk kondisi yang
pertama, kedua dan ketiga adalah kondisi normal bagi pasangan suami istri,
walaupun masih ada juga pasangan yang lebih mneyukai dan mengutamakan anak
laki-laki daripada anak perempuan. Dan kondisi keempat inilah yang sering
menimbulkan masalah dalam keharmonisan suami istri.
Dan tak jarang pihak
istri selalu dipojokkan dan dituding sebagai kambing hitam, sementara pihak
suami selalu tampil sebagai sosok yang tidak bermasalah.
Padahal survey
membuktikan bahwa masalah kesulitan mendapatkan
keturunan 40% disebabkan oleh pria (suami), 40% disebabkan oleh wanita (istri)
dan 20% disebabkan oleh keduanya (suami-istri). Jadi kedua belah
pihak sama-sama mempunyai kemungkinan sebagai factor penyebab sulitnya
mendapatkan keturunan.
Kalau sepasang suami-istri
yang menjalin cinta kasih dalam jangka satu tahun tapi belum dikarunia
keturunan (anak) itu masih normal, karena sebagian istri baru hamil setelah
berlalu satu tahun. Berarti, kalau belum lewat satu tahun suami belum bisa
memvonis bahwa istrinya mandul satau sebaliknya. Tapi kalau sudah lewat satu
tahun maka keduanya bisa melakukan pemeriksaan medis.
Ada konsep yang cukup menarik
kita simak, yaitu: bila suami sangat subur dan
istrinya kurang subur maka masih bisa terjadi kehamilan. Bila suami kurang
subur dan istrinya sangat subur maka masih mungkin terjadi kehamilan. Kalau
keduanya kurang subur maka akan sulit terjadi kehamilan.
Apabila salah satu
keduanya tidak subur maka kondisinya sangat tidak subur. Yang jelas apapun
kondisi dan hasilnya semuanya itu atas kehendak sang Maha Pencipta. Dan bagi
pasangan suami-istri harus legowo untuk menjalani pemeriksaan medis, dan
apapaun hasilnya keduanya harus rela dan ikhlas untuk menerima kenyataan dan
bersabar dalam menjalani takdir yang ditentukan Allah SWT.
Memang Allah telah
menjelaskan bahwa ada pasangan yang tidak diberi keturunan. Tapi kita semua
tidak tahu dan tidak bisa memastikan apakah kita dan pasangan kita termasuk
pasangan yang ditakdirkan sebagai pasangan yang mandul.
Maka dari itu, bila
kita dapati keluarga kita atau pasangan suami istri yang sudah lama menikah,
tapi belum juga diberi keturunan oleh Allah maka kita harus berusaha dan
berupaya untuk mendapatkan keturunan yang kita idam-idamkan.
Dengan mengatur pola hubungan
intim yang sesuai serta menjadwal waktunyanya agar badan kita tidak terlalu
lelah. Lalu kita periksa ke dokter yang ahli untuk berkonsultasi tentang
problema yang dihadapi.
Kalau permasalahan (sulitnya
mendapatkan keturunan) ada pada organ-organ reproduksi yang tidak normal, maka
kita harus merujuk pada ahlinya untuk mendapatkan solusi yang tepat. Kalau
problemanya dari segi psikis atau kejiwaan maka kita harus mereferensi pada
psikolog yang bisa membantu untuk mencairkan beban psikologis tersebut.
Tapi, bagaimana kalau dari
sisi fisik (organ) dan psikis tidak ada masalah? Sementara solusi medis dan
psikis tidak memberikan perubahan dan perbaikan? Maka kita membutuhkan solusi
yang ketiga yaitu ruqyah syar’iyyah.
Mengapa harus ruqyah
syar’iyyah? Apakah ada hubungan anatara kemandulan dengan gangguan jin? Apakah
delik ini bukan hanya guyonan, yang sifatnya hanya mengada-ada saja? Bisakah
jin membuat pasangan suami istri mandul? Mungkin masih sederet pertanyaan yang
terus bermunculan dalam benak kita.
Untuk meyakinkan kita bahwa
ada jenis sihir (kejahatan jin) yang menghambat dan mengganggu organ reproduksi
manusia, marilah kita simak hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori
dan Muslim yang artinya, “Asma binti Abu Bakar bercerita, “Ketika aku
sedang mengandung bayi (Abdullah bin Zubair) di Mekkah, saya pun ikut
hijrah ke Madinah.
Saat usia kandungan
saya mendekati kelahiran, saya singgah di Quba, saya melahirkan di sana (Quba).
Lalu saya membawanya menemui Rasulullah SAW. Beliau mengambil bayi saya dan
meletakkannya di pangkuan, beliau mengambil kurma lalu mengunyahnya.
Kemudian beliau
meludahi mulut di bayi dan berdo’a untuk keberkahannya. (Abdullah bin Zubair)
adalah bayi yang pertama kali lahir dalam Islam (semenjak hijrah ke Madinah)
semua kaum muslimin khususnya muhajirin sangat berbahagia. Karena telah beredar
kabar bahwa orang-orang Yahudi telah menyihir orang-orang yang hijrah
(Muhajirin) agar mereka tidak dapat melahirkan alias mandul.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Itulah sihir mandul yang
dilakukan oleh tukang-tukang sihir Yahudi, tapi Allah berkehendak lain. Dalam
waktu yang relatif cepat Allah membuktikan bahwa sihir-sihir yang mereka
lakukan tidak berpengaruh sama sekali.
Setelah kelahiran
Abdullah bin Zubair menyusullah kelahiran bayi-bayi Muhajirin lainnya sampai
mereka beranak-pinak dan berkembang-biak membentuk generasi-generasi rabbani
penyebar syiar Islam dan penegak kalimat-kalimat Allah, pemberantas
tukang-tukang sihir dan pengikis kemusyrikan di bumi Madinah dan sekitarnya.
Maha Benar apa yang
dikatakan Allah dalam penggalan ayat 102 Al-Baqoroh: “Dan mereka
(tukang-tukang sihir) tidak bisa mencelakakan dengan sihirnya kepada seorangpun
kecuali dengan seidzin Allah.” Mereka lemah dan tidak punya kekuatan
seperti yang diyakini orang-orang awam dan orang-orang yang tidak mempunyai
aqidah islamiyyah yang bersih dan kokoh. Laa haula walaa quwwata illa billah.
Mandul karena gangguan
jin biasanya diikuti gejala-gejala khas lainnya, misalnya si penderita mengalami sesak dada terutama setelah ashar yang
biasanya sampai pertengahan malam, pikiran tidak focus dan sulit konsentrasi,
merasakan sakit pegal di bawah tulang punggung, resah dan gelisah waktu tidur
serta mimpi buruk dan menakutkan.
Gejala-gejala tersebut
sangat khas sekali bagi orang-orang yang positif terkena gangguan jin. Bagi
pasangan suami sstri yang sudah lama belum mendapatkan keturunan dan mengalami
gejala-gejala di atas maka terindikasi kuat bahwa itu ada unsur gangguan jin.
Maka harus menjalani
terapi ruqyah, entah terapi tersebut dilaksanakan secara mandiri atau meminta
bantuan orang yang shalih (ahli ruqyah). Karena ruqyah
merupakan do’a, maka yang bersangkutan tidak boleh terburu-buru dan
tergesa-gesa untuk segera dikabulkan.
Dalam kondisi seperti
ini sifat kesabaran kita sangat dibutuhkan, karena kesabaran dalam kondisi
seperti ini merupakan cerminan pribadi seorang mukmin sejati. Dengan sikap
sabar dalam menghadapi setiap ujian dan cobaan, maka Allah akan mengampuni
dosa-dosa kita dan memberikan kepada kita pahala yang tidak terhitung
banyaknya.