BENARKAH RASULULLAH MEMBOLEHKAN JIMAT ?
Oleh : Abu Akmal Mubarok
Ada yang menulis di dumay ini bahwa jimat atau azimat diperbolehkan dengan mengutip hadits Rasulullah s.a.w. riwayat Muslim (hadits ini populer digunakan semua situs yang menjual jimat dan isim) yaitu sebagai berikut :
Dari Auf bin Malik al-Asja’i, ia meriwayatkan bahwa pada zaman Jahiliyah, kita selalu membuat azimat (dan semacamnya). Lalu kami bertanya kepada Rasulullah, bagaimana pendapatmu (ya Rasul) tentang hal itu. Rasul menjawab, ”Coba tunjukkan azimatmu itu padaku. Membuat azimat tidak apa-apa selama di dalamnya tidak terkandung kesyirikan.” (H.R. Muslim No. 4079).
Hadits ini kita jumpai pada shahih muslim sebenarnya adalah sebagai berikut :
: ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﺄَﺷْﺠَﻌِﻲِّ ﻣَﺎﻟِﻚٍ ﺑْﻦِ ﻋَﻮْﻑِ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻴﻪِ ﺟُﺒَﻴْﺮٍ ﻋَﻦْ ﺑْﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﻋَﻦْ ﺻَﺎﻟِﺢٍ ﺑْﻦُ ﻣُﻌَﺎﻭِﻳَﺔُ ﺃَﺧْﺒَﺮَﻧِﻲ ﻭَﻫْﺐٍ ﺍﺑْﻦُ ﺍﺃَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ ﻟﻄَّﺎﻫِﺮِ ﺃَﺑُﻮ ﺣَﺪَّﺛَﻨِﻲ
( ﻡ ﻟﻤﺲ ٤٠٧٩ ) ﺷِﺮْﻙٌ ﻓِﻴﻪِ ﻳَﻜُﻦْ ﻟَﻢْ ﺍ ﺑِﻢَﺍﻟﺮُّﻗَﻰ ﺑَﺄْﺱَ ﻟَﺎ ﺭُﻗَﺎﻛُﻢْ ﻋَﻠَﻲَّ ﺍﻋْﺮِﺿُﻮﺍ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺫَﻟِﻚَ ﺗَﻔِﻲ ﺭَﻯ ﻛَﻴْﻒَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﻳَﺎ ﻓَﻘُﻠْﻨَﺎ ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔِ ﻓِﻲ
ﻧَﺮْﻗِﻲ ﻛُﻨَّﺎ
Telah menceritakan kepadaku Abu Ath Thahir; Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb; Telah mengabarkan kepadaku Mu’awiyah bin Shalih dari ‘Abdur Rahman bin Jubair dari Bapaknya dari ‘Auf bin Malik Al Asyja’i dia berkata : “Kami biasa melakukan ruqyah pada masa jahiliyah. Lalu kami bertanya kepada Rasulullah s.a.w. : “Ya Rasulullah! Bagaimana pendapat Anda tentang ruqyah ? ‘ Jawab beliau: ‘Peragakanlah ruqyahmu itu ke padaku. Ruqyah itu tidak ada salahnya selama tidak mengandung syirik” (H.R. Muslim No. 4079)
Hadits yang senada terdapat pada hadits berikut :
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib; Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah; Telah menceritakan kepada kami Al A’masy dari Abu Sufyan dari Jabir; dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melarang melakukan mantera. Lalu datang keluarga ‘Amru bin Hazm kepada beliau seraya berkata; ‘Ya Rasulullah! Kami mempunyai mantera untuk gigitan kalajengking. Tetapi Anda melarang melakukan mantera. Bagaimana itu? ‘ Lalu mereka peragakan mantera mereka di hadapan beliau. Sabda beliau: ‘Ini tidak apa-apa. Barangsiapa di antara kalian yang bisa memberi manfaat kepada temannya hendaklah dia melakukannya.’ (H.R. Muslim 4078)
Perlu diketahui bahwa ruqyah adalah bacaan yang dibacakan pada orang sakit medis maupun non medis seperti terkena sihir, hasad mata (‘ain) atau karena gangguan jin. Ruqyah ini ada dua macam. Ruqyah syar’iyyah ialah bacaan doa yang syar’iy yang diajarkan oleh Rasulullah s.a.w. atau para sahabat, atau dari ayat-ayat Al-Qur’an. Sedangkan ruqyah syirkiyyah adalah bacaan yang syirik yaitu yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, mengandung kata-kata kemusyrikan, kebathilan, penyebutan nama-nama asing (terkadang disisipi nama raja jin) namun karena dalam bahasa arab orang kita tidak paham dll.
Kata “ruqyah” dalam hadits sering diterjemahkan juga sebagai mantera atau jampi-jampi. Namun karena mantera dan jampi-jampi itu konotasinya klenik dan mistik, maka agar tidak disalahpahami, ruqyah jangan diterjemahkan dengan mantera atau jampi-jampi melainkan cukup ruqyah saja. Adapun mantera dan jampi-jampi itu kita sepakati sebagai terjemahan dari ruqyah syirkiyyah (yang syirik). Saat ini pun istilah ruqyah saja sudah cukup banyak yang paham dan konotasinya adalah ruqyah yang islami / syar’iyyah.
Namun yang jelas kata ruqyah ini tidak pas jika diplesetkan atau diterjemahkan sebagai jimat atau rajah. Jimat dalam bahasa arab istilahnya tamimah. Istilah jimat, berbeda sama sekali dan masyarakat sudah mafhum bahwa jimat itu adalah sesuatu yang digantungkan dan dipercayai memiliki kekuatan perlindungan, keberuntungan dsb.
Adapun jimat (tamimah) jelas-jelas dilarang oleh Rasulullah s.a.w.
Telah menceritakan kepada kami Abdushshamad bin Abdil Warits Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muslim Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Abu Manshur dari Dukhain Al Hajr dari Uqbah bin Amir Al Juhani, bahwa ada serombongan orang datang menemui Rasulullah s.a.w. lalu beliau membaiat sembilan orang dari mereka dan menahan satu orang. Maka para sahabat pun bertanya, “Wahai Rasulullah, engkau baiat sembilan orang dan engkau biarkan orang ini!” Beliau menjawa: “Orang itu mengenakantamimah ( jimat).” Beliau kemudian memasukkan tangannya dan memutus tamimah (jimat) orang itu.lalu beliau membaiatnya dan bersabda: “Barangisapa yang menggantungkan tamimah (jimat) maka ia telah berbuat syirik .” (H.R. Ahmad 16781)
Lalu bagaimana mungkin dikatakan bahwa ruqyah itu sama dengan tamimah (jimat)?
Telah menceritakan kepada kami Ayyub bin Muhammad Ar Raqi telah menceritakan kepada kami Mu’ammar bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Bisyr dari Al A’masy dari ‘Amru bin Murrah dari Yahya bin Al Jazzar dari puteri saudarinya Zainab isterinya Abdullah, dari Zainab dia berkata, “Seorang wanita tua menemui kami hendak meruqyah dari penyakit demam. Dan kami memiliki dipan yang panjang kaki-kakinya, dan apabila Abdullah hendak masuk maka ia akan berdehem dan bersuara. Suatu hari ia masuk, ketika wanita tua itu mendengar suaranya, maka ia bersembunyi. Kemudian Abdullah datang dan duduk di sampingku dan membelaiku, ternyata ia menyentuh suatu jahitan benang, maka dia berkata, ‘Apa ini? ‘ Aku lalu menjawab, ruqyah (faqultu ruqyii), di dalamnya terdapat tulisan untuk pengobatan penyakit demam.” Abdullah lalu menariknya dengan paksa, kemudian ia putus dan membuangnya seraya berkata, “Sungguh saat ini keluarga Abdullah telah melakukan kesyirikkan, saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya ruqyah (yang syirik), jimat (tama-im) dan pelet (tiwalah) adalah syirik” (H.R. Ibnu Majah No. 3521)
Adapun ruqyah memang ruqyah itu diperbolehkan dan Rasulullah pun sering me-ruqyah orang yang terkena penyakit :
Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Ishaq bin Ibrahim Berkata Ishaq; Telah mengabarkan kepada kami dan berkata Zuhair dan lafazh ini miliknya; Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Al A’masy dari Abu Adh Dhuha dari Masruq dari ‘Aisyah dia berkata; “Apabila salah seorang di antara kami sakit, Rasulullah s.a.w. mengusapnya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengucapkan: ‘Adzhabil ba’sa rabban naas, wasyfi, Anta Syaafi walaa syifaa illa syifaauka, syifaa-an laa yughaadiru saqaman.’ (‘Wahai Rabb manusia, singkirkanlah penyakit ini dan sembuhkanlah ia Karena hanya Engkaulah yang bisa menyembuhkannya, tiada kesembuhan kecuali dari-Mu, kesembuhan yang tidak akan menyebabkan penyakit lagi). (H.R. Muslim No. 4061)
Rasulullah juga biasa membacakan ruqyah pada orang yang terkena penyakit gila :
Dari ubai bin Ka’ab berkata : Pada suatu waktu aku pernah bersama Rasulullah SAW lalu datanglah seorang arab maka ia berkata : “Wahai Nabiyullah sesungguhnya saya memiliki seorang saudara yang sakit”. Rasulullah bertanya : “Apakah penyakitnya?” Ia menjawab : “Sakit gila” Rasulullah berkata : “Bawalah ia kesini” Lalu orang yang sakit itu didatangkan ke hadapan Rasulullah, maka Nabi membaca doa perlindungan kepadanya dengan surat Al Fatihah dan empat ayat pertama dari Al-Baqarah, ayat 163 dan 164, satu ayat ke-18 dari surah Ali Imran, satu ayat dari Al-A’raf yang berbunyi inna rabbakumullahulladzii.. (ayat 54), lalu satu ayat dari surah Al Mukminun (ayat 116) satu ayat dari surah Al jin (ayat 3) satu ayat dari surat Al-hasyr dan dua surah perlindungan (Al Falaq & An-Naas) kemudian laki-laki yang sakit itu berdiri seakan-akan tidak pernah ragu dengan dirinya (H.R. Ibnu Hibban dalam Majma’u Az Zawaid V/115)
Ruqyah syar’iyyah tidak mungkin terlarang karena hal itu adalah salah satu yang diajarkan oleh Allah SWT melalui malakat Jibril ketika beliau s.a.w mengalami sakit.
Dari Abu Sa’id Al-Khudhri r.a., Jibril mendatangi Rasulullah, lalu berkata, “Wahai Muhammad apakah engkau mengeluh rasa sakit?” Beliau menjawab, “Ya!” Kemudian Jibril ( meruqyahnya ), “Bismillahi arqika, min kulli syai’in yu’dzika, min syarri kulli nafsin au ‘aini hasidin, Allahu yasyfika, bismillahi arqika” ( “Dengan nam Allah aku meruqyahmu, dari segala hal yang menyakitimu, dan dari kejahatan segala jiwa manusia atau mata pendengki, semoga Allah menyembuhkan kamu, dengan nama Allah saya meruqyahmu”) ( H.R. Muslim )
Adapun hadits-hadits yang menceritakan tentang pelarangan terhadap ruqyah dan orang yang meruqyah, maksudnya adalah ruqyah (bacaan) yang syirik atau ruqyah syirkiyyah
Telah menceritakan kepadaku Ishaq telah menceritakan kepada kami Rauf bin Ubadah telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dia berkata; saya mendengar Hushain bin Abdurrahman dia berkata; saya berdiri di samping Sa’id bin Jubair lalu dia berkata; dari Ibnu Abbas r.a. bahwasanya Rasulullah bersabda: Ada tujuh puluh ribu orang dari umatku yang masuk surga tanpa hisab, yaitu yang tidak meminta diruqyah (pengobatan dengan jampi-jampi, atau mantera), tidak berfirasat sial karena melihat burung dan hanya bertawakkal kepada Tuhan mereka . (H.R. Bukhari No. 5991)
Dari Zainab binti Mu’awiyah Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “ Sesungguhnya ruqyah (jampi-jampi), tamimah (jimat) dan tiwalah (pelet) adalah syirik .” (H.R. Ahmad No. 3433)
Imam al-Munawi menjelaskan hadits di atas, menggunakan ruqyah (yang syirkiyyah), tamimah (jimat) dan tiwalah (pelet pengasihan) dianggap syirik sebagaimana dalam redaksi hadits, karena hal-hal di atas yang dikenal di zaman Rasulullah sama dengan yang dikenal pada zaman jahiliyah yaitu ruqyah (yang tidak syar’iyyah), jimat dan pengasihan yang mengandung syirik. Atau dalam hadits, Rasulullah s.a.w. menganggap ruqyah adalah syirik karena menggunakan barang-barang tersebut berarti pemakainya meyakini benda-benda itu mempunyai pengaruh (ta’tsir) yang bisa menjadikan syirik kepada Allah.
Dan Rasulullah s.a.w tidak melarang seseorang melakukan ruqyah
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Abu Sa’id Al Asyaj keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Al A’masy dari Abu Sufyan dari Jabir dia berkata; “Seorang laki-laki dari keluarga kami digigit kalajengking. Dan Nabi s.a.w. melarang telah melarang ruqyah. Kemudian orang itu menemui Rasulullah s.a.w. seraya berkata; “Ya, Rasulullah! engkau telah melarang mantera, sedangkan aku bisa mengobati dengan ruqyah dari gigitan kalajengking. ‘Jawab beliau : ‘Siapa yang sanggup di antara kalian menolong saudaranya, hendaklah dilakukannya.’ Dan telah menceritakannya kepada kami ‘Utsman bin Abu Syaibah dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Al A’masy melalui jalur ini dengan Hadits yang serupa” (H.R. Muslim 4077)
“Dari A’isyah r.ah, dia berkata: Rasulullah SAW telah memerintahkan kami agar meruqyah orang yang terkena gangguan ‘ain (H.R. Muttafaqun ‘alaih)
Benarkah Sahabat Menggantungkan Jimat ?
Salah satu dalil yang populer digunakan orang-orang yang menghalalkan jimat adalah mendasarkan diri pada riwayat yang menceritakan bahwa sahabat Nabi bernama Ibnu Umar r.a. pernah menggantungkan jimat pada anak-anaknya.
Abdullah bin Umar r.a. mengajarkan bacaan tersebut kepada anak-anaknya yang baligh. Sedangkan yang belum baligh, ia menulisnya pada secarik kertas, kemudian digantungkan di lehernya. (At-Thibb An-Nabawi, hal 167).
Jika kita perhatikan baik-baik bahwa ibnu umar mengajarkan bacaan (ruqyah) yaitu bacaan doa yang diajarkan Rasulullah s.a.w. sedangkan pada anak-anaknya yang masih kecil dan belum baligh maka doa tsb digantungkan agar mudah dihafal oleh anak-anaknya
Doa mana yang diajarkan oleh Ibnu Umar r.a. pada anak-anaknya? Jika kita lihat Dalam Kitab At-Thibbunn-Nabawi, Al-Hafizh Al-Dzahabi menyitir sebuah hadits doa yang diajarkan Rasulullah ialah sebagai berikut :
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr telah menceritakan kepada kami Isma’il bin ‘Ayyasy dari Muhammad bin Ishaq dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah bersabda: “ Apabila salah seorang diantara kalian terbangun dalam tidur hendaknya ia mengucapkan; a’udzuu bilkalimatillahit taamati min ghadabihi wa syarri ‘ibadihi wa min hamazaatisy syayaathiina wa an-yadhuruun (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kemurkaanNya dan dari kejahatan para hambaNya serta dari bisikan syetan dan dari kedatangannya kepadaku.” (H.R. Tirmidzi No. 3451)
Abu Isa berkata, hadits ini adalah hadits hasan. Jadi apa yang dijadikan dalil bagi dibolehkannya menggantung jimat di atas adalah sama sekali jauh dari anggapan itu. Sedangkan Rasulullah s.a.w secara jelas melarang menggantungkan jimat baik berupa tulisan maupun benda-benda
Telah menceritakan kepada kami Abu Abdirrahman telah mengabarkan kepada kami Haiwah telah mengabarkan kepada kami Khalid bin Ubaid dia berkata, saya mendengar Misyrah bin Ha’an berkata, saya mendengar Uqbah bin Amir berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda: “Barangsiapa mengantungkan Tamimah (jimat) niscaya Allah tidak akan menyempurnakannya untuknya. Dan barangsiapa mengantungkan Wada’ah (sejenis rumah kerang/siput) maka Allah akan menelantarkan baginya. ” (H.R. Ahmad dalam Musnad nya No. 16763)
Dan bila Rasulullah s.a.w. menjumpai orang yang menggunakan jimat akan menyuruh melepaskannya
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abu Al Khashib telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Mubarak dari Al Hasan dari ‘Imran bin Al Hushain, bahwa Nabi s.a.w. melihat gelang dari kuningan di tangan seorang laki-laki, maka beliau bertanya: “Apakah maksud dari gelang ini?” laki-laki itu menjawab, “Ini adalah wahinah (sejenis jimat).” Beliau bersabda: “Lepaslah, karena itu tidak akan menambahmu melainkan kesengsaraan.” (H.R. Ibnu Majah No. 3522)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Madduwaih, telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Musa dari Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila dari saudaranya Isa ia berkata: “Suatu ketika aku menjenguk Abdullah bin Ukaim Abu Ma’bad Al Juhani dan wajahnya berwarna kemerahan karena sakit, lantas kami pun berkata, “Tidakkah engkau menggantungkan sesuatu (di lehermu untuk menyembuhkanmu).” Ia menjawab, “Kematian lebih dekat dari itu.” Nabi s.a.w. pernah bersabda: “Barang siapa yang menggantungkan sesuatu di badannya, maka Allah akan membiarkannya bergantung pada jimatnya. (H.R. Tirmidzi No. 1998)